Artikel

Artikel

Backdating Dokumen Procurement: Menilai Risiko, Dampak Hukum, & Potensi Kerugian Keuangan Negara dalam Perspektif Business Judgement Rule (BJL), Good Faith, Mens Rea, Actus Reus, & Pemulihan Kerugian Keuangan Negara

13
Okt

Oleh: Kencana Bayuaji, S.E., CRMPA, CFAS, CITAP, CPFI,

Abstraksi

Tulisan ini mengkaji implikasi hukum dari praktik backdating dokumen dalam proses pengadaan barang dan jasa, dengan fokus pada analisis risiko hukum, dampak terhadap kerugian keuangan negara, serta penerapan teori hukum pidana termasuk mens rea, actus reus, dan tempus delicti. Kami juga menganalisis penghitungan kerugian keuangan negara menggunakan metode total loss dan net loss, serta langkah-langkah pemulihan kerugian keuangan negara yang mungkin timbul dari praktik ini. Selain itu, konsep Good Faith dalam kerangka Business Judgement Rule (BJR) juga dieksplorasi untuk memberikan perspektif lebih luas terhadap keputusan yang diambil dalam konteks pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah baik di level Pusat maupun Pemda, BLU, BLUD, BUMN, BUMD, dan BUMDes.

Pendahuluan

  • Proses pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah baik di level Pusat maupun Pemda, BLU, BLUD, BUMN, BUMD, dan BUMDes dan sektor publik harus dilaksanakan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap hukum. Salah satu praktik yang sering terjadi dan dapat merugikan negara adalah backdating dokumen, yang digunakan untuk membuat proses pengadaan tampak lebih lancar dan tanpa hambatan, padahal dapat melanggar ketentuan yang ada. Tindakan backdating dokumen ini berisiko menimbulkan kerugian keuangan negara, baik secara langsung maupun tidak langsung.
  • Dalam analisis ini, kita akan membahas mens rea (niat jahat), actus reus (perbuatan), dan tempus delicti (waktu terjadinya perbuatan pidana) terkait dengan praktik backdating. Selain itu, kita akan membahas bagaimana Good Faith yang dikaitkan dengan Business Judgement Rule (BJR) dapat mempengaruhi interpretasi niat baik dari pihak yang terlibat dalam keputusan pengadaan. Di sisi lain, kita juga akan menilai penghitungan kerugian negara dengan pendekatan total loss dan net loss, serta langkah-langkah pemulihan kerugian yang efektif.

Ruang Lingkup Pengadaan Barang dan Jasa

  • Ruang lingkup pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta badan usaha seperti BUMN, BUMD, BLU, BLUD, dan BUMDes, diatur oleh berbagai regulasi yang bertujuan untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, serta kepatuhan terhadap prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik. Masing-masing kategori ini memiliki aturan yang berbeda, disesuaikan dengan karakteristik dan fungsi lembaga yang bersangkutan.

1. Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
Pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintah pusat dan daerah diatur dalam:

  • Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mengatur seluruh proses pengadaan di tingkat pusat maupun daerah.
  • Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), yang mengatur mekanisme teknis dan operasional pengadaan barang dan jasa di pemerintah melalui platform e-procurement seperti SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik).
  • Peraturan Daerah yang mengatur pengadaan barang dan jasa di tingkat daerah sesuai dengan kebijakan lokal yang berlaku.

2. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
Pengadaan barang dan jasa di BUMN mengacu pada:

  • Peraturan Menteri BUMN No. PER-2/MBU/03/2023 tentang pengadaan barang dan jasa di perusahaan milik negara.
  • Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang mengatur tata kelola dan prinsip transparansi dalam pengadaan di BUMN.

3. BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)
Di tingkat daerah, BUMD harus mematuhi:

  • Peraturan Daerah yang mengatur pengelolaan dan pengadaan barang dan jasa di BUMD sesuai dengan kebijakan lokal.
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2006 yang mengatur penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa oleh BUMD.

4. BLU (Badan Layanan Umum)
Pengadaan barang dan jasa di BLU mengikuti prinsip efisiensi dan produktivitas pelayanan publik, serta diatur oleh:

  • Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 79 Tahun 2018 tentang pengelolaan BLU, yang juga mencakup prosedur pengadaan barang dan jasa yang digunakan dalam lembaga BLU.

5. BLUD (Badan Layanan Umum Daerah)
BLUD adalah lembaga yang dikelola oleh pemerintah daerah dengan tujuan memberikan pelayanan publik secara efisien. Pengadaan di BLUD mengikuti:

  • Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 79 Tahun 2018 yang menyebutkan bahwa pengelolaan dan pengadaan barang dan jasa di BLUD harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, sesuai dengan prinsip pengelolaan anggaran yang berlaku.

6. BUMDes (Badan Usaha Milik Desa)
BUMDes diatur dengan prinsip yang lebih fleksibel namun tetap mematuhi aturan dasar pengelolaan usaha milik negara. Pengadaan barang dan jasa di BUMDes mengacu pada:

  • Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi No. 16 Tahun 2017 tentang pengelolaan BUMDes.

Latar Belakang

  • Dalam setiap proses pengadaan, baik di sektor pemerintah maupun BUMN, pengelolaan yang buruk atau manipulasi prosedur dapat mengarah pada kerugian negara yang substansial. Praktik seperti backdating dokumen, meskipun terkadang dianggap sebagai solusi yang praktis untuk menghindari birokrasi yang rumit, berpotensi melanggar peraturan yang ada. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-2/MBU/03/2023 sangat relevan karena mengatur tata kelola pengadaan barang dan jasa di BUMN dengan menekankan pentingnya akuntabilitas dan transparansi.
  • Penting untuk memahami bahwa meskipun backdating dokumen dapat muncul karena niat baik untuk mempercepat proses, hal ini tetap berisiko karena dapat menutupi penyimpangan atau penyalahgunaan yang lebih besar. Oleh karena itu, penilaian terhadap niat atau Good Faith yang terkandung dalam keputusan tersebut perlu dilakukan dengan hati-hati, terutama dalam konteks Business Judgement Rule.
  • Backdating dokumen pengadaan barang dan jasa dapat dilihat dari dua aspek berbeda, yang memengaruhi cara kita memahami dan mengevaluasi praktik tersebut. Kedua aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Aspek Substansi Riil Kegiatan yang Dilakukan Sesuai Urutan, Namun Belum Dilengkapi dengan Persyaratan Dokumen yang Memadai (Backdating Dokumen Secara Administratif)

  • Pada aspek ini, kegiatan pengadaan sebenarnya telah dilakukan sesuai dengan urutan tahapan yang ditentukan dalam prosedur atau SOP (Standard Operating Procedure). Namun, dokumen yang digunakan untuk mendukung kegiatan tersebut tidak sesuai dengan waktu yang seharusnya. Artinya, meskipun tahapan kegiatan—seperti permintaan pengadaan, evaluasi penawaran, dan penetapan pemenang—telah dilaksanakan secara riil, namun dokumen yang tercatat dalam sistem dibuat seolah-olah mencerminkan urutan yang berbeda atau sesuai tanggal yang lebih awal dari kegiatan yang sebenarnya dilakukan. Hal ini bisa terjadi karena alasan administratif atau kebutuhan untuk melengkapi dokumen sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam SOP.

Contoh:

  • Jika proses pengadaan barang dimulai pada tanggal tertentu, namun dokumen-dokumen pendukung seperti Berita Acara Serah Terima (BAST) atau Dokumen Penetapan Pemenang dibuat dengan tanggal mundur untuk memenuhi persyaratan ketentuan yang ada, meskipun kegiatan riil telah dilakukan sesuai jadwal.
  • Meskipun substansi kegiatan sebenarnya dilakukan sesuai dengan prosedur, backdating dokumen dalam konteks ini tetap dapat menimbulkan potensi pelanggaran, karena dapat memberikan kesan bahwa pengadaan telah dilakukan dengan cara yang tidak transparan atau tidak sesuai dengan ketentuan waktu yang ditetapkan.
  • Menanggapi situasi di mana prosedur pengadaan barang dan jasa telah dilaksanakan sesuai urutan, tetapi ada kekurangan dalam kelengkapan administrasi yang baru akan diselesaikan setelah atau sepanjang proses berjalan, penting untuk menganalisisnya secara mendalam dari perspektif hukum dan pengadaan yang sah.

1. Aspek Legalitas dan Kepatuhan Prosedural

  • Pada dasarnya, pengadaan barang dan jasa di Indonesia, baik untuk pemerintah maupun sektor swasta, diatur dengan ketat oleh berbagai regulasi dan peraturan yang mengutamakan transparansi, akuntabilitas, dan prosedur yang jelas. Beberapa regulasi utama yang mengatur pengadaan antara lain:
  • Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  • Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
  • Peraturan lainnya yang mengatur pengadaan di sektor swasta atau berdasarkan ketentuan kontrak pengadaan tertentu.
  • Salah satu prinsip yang harus diperhatikan adalah bahwa setiap tahap pengadaan harus terdokumentasi dengan lengkap, termasuk kejelasan waktu dan urutan dokumen. Hal ini bertujuan untuk menghindari potensi manipulasi, penyalahgunaan kewenangan, atau penyimpangan dalam proses pengadaan.

2. Analisis Proses yang Sudah Dilakukan Sesuai Prosedur, Namun Dokumen Belum Lengkap

Berdasarkan penjelasan Anda, ada dua hal yang perlu dianalisis:

a. Prosedur Sudah Dilakukan Sesuai Urutan, Hanya Administrasi yang Belum Lengkap

  • Jika prosedur pengadaan telah dilaksanakan sesuai urutan yang seharusnya (misalnya, permintaan pengadaan, evaluasi penawaran, pemilihan penyedia, dan penetapan pemenang), namun dokumen pendukung yang melengkapi administrasi belum sepenuhnya disiapkan pada saat tertentu, secara substansi, hal ini bisa dibenarkan sepanjang tidak ada ketentuan yang dilanggar.
  • Prinsip substansi mengungguli bentuk (Substance Over Form): Jika substansi pengadaan benar-benar telah dilaksanakan sesuai ketentuan, maka dokumen pendukung yang melengkapi administrasi bisa dipersiapkan kemudian. Namun, hal ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati, agar tidak memberi kesan bahwa pengadaan dilakukan secara sepihak atau tidak transparan.
  • Dokumentasi yang sah: Meskipun proses sudah dilaksanakan, penting untuk segera melengkapi dokumen administrasi yang hilang dengan penjelasan yang jelas mengenai alasan keterlambatan pembuatan dokumen tersebut dan waktu yang diperkirakan untuk penyelesaiannya.

b. Dokumen Belum Dibuat Tetapi Proses Dilakukan, dengan Tujuan untuk Melengkapi di Kemudian Hari

  • Namun, jika proses pengadaan belum dilakukan dengan benar dan dokumen dibuat secara backdating (seolah-olah sudah ada tahapan sebelumnya yang dilakukan), ini tidak dibenarkan. Dokumen backdating yang dibuat setelah kegiatan dilakukan atau tanpa adanya kegiatan yang sah bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan.
  • Jika dokumen yang dibuat setelah kegiatan berlangsung tidak sesuai dengan waktu yang seharusnya, hal ini dapat menciptakan persepsi bahwa proses pengadaan tersebut tidak sah dan berpotensi melanggar hukum, khususnya terkait dengan penyalahgunaan dokumen atau manipulasi data.

3. Kepatuhan terhadap Prosedur Administrasi Pengadaan

  • Dalam konteks pengadaan, setiap tahapan dan dokumen yang dihasilkan harus memiliki keterkaitan yang jelas dengan langkah sebelumnya. Jika ada dokumen yang belum disiapkan pada saat tertentu, pengadaan tersebut tetap harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, dan tidak ada tahapan yang boleh dilompati atau ditunda tanpa alasan yang sah. Oleh karena itu, dokumen pendukung yang belum ada bisa disiapkan sepanjang proses berjalan, tetapi ini harus dilakukan dalam batas waktu yang jelas dan harus diikuti dengan catatan yang benar mengenai alasan keterlambatannya.

4. Apakah Hal Ini Menyalahi Aturan Hukum?

  • Secara umum, jika prosedur dilakukan sesuai dengan aturan dan hanya terdapat kekurangan dalam kelengkapan administrasi (bukan dalam tahapan substansialnya), maka hal ini tidak melanggar hukum selama dokumen yang belum disiapkan tidak berpotensi merugikan pihak lain atau menutupi fakta yang seharusnya diketahui.
  • Namun, jika proses pengadaan dilakukan tanpa kelengkapan dokumen yang memadai atau jika dokumen dibuat setelah kegiatan dilakukan (backdating), maka hal ini berisiko melanggar hukum dan dapat dianggap sebagai bentuk manipulasi administrasi, yang dapat mengarah pada tindakan penyalahgunaan kewenangan, korupsi, atau pencurian keuangan negara.

5. Solusi yang Dapat Diterapkan

Untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum dan menghindari masalah di masa depan, solusi yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut:

  • Perbaikan Sistem Pengadaan: Implementasikan sistem yang memantau secara real-time setiap tahapan pengadaan, sehingga kelengkapan dokumen dapat dihasilkan tepat waktu. Gunakan e-procurement atau sistem digital lainnya untuk meningkatkan transparansi dan akurasi data.
  • Pengawasan yang Ketat: Pihak internal dan eksternal harus secara rutin mengawasi proses pengadaan untuk memastikan setiap tahapan dan dokumen yang disiapkan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
  • Dokumentasi yang Jelas dan Terperinci: Pastikan ada catatan yang jelas mengenai setiap tahapan dan alasan mengapa dokumen tertentu belum dibuat pada waktu yang ditentukan. Buatlah dokumentasi tambahan yang menjelaskan alasan keterlambatan dan jadwal penyelesaian dokumen yang hilang.
  • Pelatihan dan Penyuluhan: Memberikan pelatihan kepada pihak terkait mengenai pengadaan yang sesuai prosedur dan aturan hukum yang berlaku untuk menghindari potensi manipulasi.
  • Jika secara substansial tahapan pengadaan telah dilaksanakan sesuai prosedur dan hanya ada keterlambatan dalam pembuatan dokumen administrasi, hal ini dapat dibenarkan, asalkan semua tahapan telah tercatat dengan jelas dan dilengkapi dengan penjelasan mengenai keterlambatan. Namun, jika dokumen dibuat seolah-olah telah ada tahapan yang tidak dilakukan atau dilakukan dengan backdating, maka hal ini menyalahi aturan hukum dan berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum. Sebaiknya, segera lengkapi dokumen administrasi yang diperlukan dengan transparansi dan memperbaiki pengawasan serta prosedur untuk mencegah masalah serupa di masa depan.

2. Aspek Fakta Tidak Dilakukan Sesuai Prosedur, Namun Dibuat Seolah-Olah Ada Tahapan Kegiatan (Backdating Dokumen Secara Fiktif)

  • Pada aspek kedua, backdating dokumen digunakan untuk menciptakan ilusi bahwa tahapan pengadaan telah dilakukan sesuai prosedur, padahal kenyataannya tidak ada kegiatan yang dilakukan sesuai dengan urutan yang ditetapkan. Dalam hal ini, proses pengadaan yang seharusnya dimulai dengan tahapan-tahapan yang jelas dan terdokumentasi (seperti permintaan pengadaan, persetujuan anggaran, dan evaluasi penawaran) tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada. Namun, untuk memenuhi syarat atau seolah-olah mengikuti prosedur, dokumen-dokumen dibuat dengan tanggal mundur yang mencantumkan tahapan kegiatan yang sebenarnya tidak pernah terjadi.

Contoh:

  • Suatu pengadaan barang yang seharusnya melalui proses permintaan, evaluasi, dan penetapan pemenang, namun hanya dibuat dokumen administrasi seperti berita acara dan penetapan pemenang dengan tanggal mundur. Hal ini dilakukan tanpa adanya kegiatan nyata yang sesuai dengan tahapan tersebut, dengan tujuan agar pengadaan tersebut tampak sah dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  • Praktik ini lebih berisiko dan lebih jelas melanggar aturan, karena tidak hanya mengabaikan prosedur yang ada, tetapi juga dapat mengarah pada manipulasi data yang bersifat fiktif untuk menutupi pelanggaran.

Dampak dan Risiko Backdating Dokume

  • Kedua bentuk backdating ini memiliki risiko besar, baik bagi instansi atau organisasi yang terlibat, maupun bagi pihak yang berusaha mendapatkan keuntungan tidak sah. Dampak dari praktik ini bisa mencakup:

1. Kerugian Keuangan Negara:

  • Jika backdating digunakan untuk menyembunyikan proses pengadaan yang tidak sah atau manipulasi harga, maka negara dapat dirugikan secara finansial, baik dalam bentuk pemborosan anggaran maupun pembayaran kepada vendor yang tidak memenuhi syarat.

2. Pelanggaran Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas:

  • Proses pengadaan yang seharusnya transparan dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi kabur dan tidak dapat dipertanggungjawabkan jika dokumen dipalsukan atau dibuat mundur.

3. Penyalahgunaan Kekuasaan dan Korupsi:

  • Praktik backdating dokumen dapat digunakan untuk menutupi adanya penyalahgunaan kekuasaan atau hubungan yang tidak sehat antara pihak pengadaan dengan vendor atau penyedia barang/jasa.

4. Sanksi Hukum:

  • Praktik ini berpotensi dikenai sanksi pidana, seperti korupsi atau penyalahgunaan jabatan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Langkah Pengendalian dan Pencegahan

  • Untuk mencegah dan mengendalikan risiko terkait backdating dokumen dalam pengadaan, beberapa langkah berikut dapat diambil:

1. Audit dan Pengawasan yang Ketat:

  • Pengadaan barang dan jasa harus diawasi dengan ketat oleh auditor internal maupun eksternal. Audit yang menyeluruh dapat mendeteksi adanya ketidaksesuaian antara dokumen dengan kegiatan riil.

2. Penguatan Sistem Informasi Pengadaan:

  • Implementasi sistem pengadaan berbasis teknologi (e-procurement) yang dapat mencatat semua kegiatan secara real-time dan meminimalkan kemungkinan manipulasi dokumen.

3. Pelatihan dan Penyuluhan:

  • Meningkatkan pemahaman tentang etika pengadaan dan prosedur yang benar di kalangan semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan.

4. Penerapan Sanksi Tegas:

  • Menegakkan sanksi terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan backdating dokumen, baik dari sisi administratif maupun pidana.
  • Backdating dokumen dalam pengadaan barang dan jasa, baik secara administratif maupun fiktif, merupakan praktik yang dapat merugikan keuangan negara, mengaburkan transparansi, dan membuka peluang penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu, penting untuk memiliki pengawasan yang efektif, sistem pengadaan yang transparan, serta sanksi yang tegas untuk mencegah terjadinya praktik ini.

Business Judgement Rule (BJR) dan Good Faith

  • Business Judgement Rule (BJR) adalah prinsip hukum yang melindungi pengambil keputusan dalam konteks bisnis yang bertindak dengan itikad baik, dengan dasar pengetahuan yang memadai, dan untuk kepentingan terbaik perusahaan atau organisasi. Prinsip ini memberi perlindungan kepada individu yang bertindak dalam kapasitas profesional mereka, dengan tujuan untuk menghindari tanggung jawab hukum terhadap keputusan yang diambil dengan dasar niat baik meskipun hasil akhirnya merugikan.
  • Namun, jika tindakan yang diambil dalam pengadaan barang dan jasa, seperti backdating dokumen, dilakukan dengan niat untuk menghindari prosedur yang sah atau dengan kesalahan fatal, maka dapat terjadi pelanggaran terhadap prinsip mens rea (niat jahat). Bahkan jika ada elemen Good Faith yang terkandung, perbuatan tersebut tetap berisiko mengarah pada actus reus (perbuatan) yang melanggar hukum dan dapat berujung pada kerugian keuangan negara.
  • Dengan demikian, meskipun BJR memberikan perlindungan bagi pengambil keputusan yang bertindak dengan itikad baik, dalam kasus backdating dokumen procurement, perlu dilakukan analisis yang lebih dalam untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar dalam rangka kepentingan terbaik organisasi dan tidak bertujuan untuk menghindari peraturan yang berlaku.

Analisis Mens ReaActus Reus, dan Tempus Delicti

  • Mens Rea (niat jahat) dalam konteks backdating dokumen procurement dapat dianggap ada jika pihak yang terlibat sengaja melakukan manipulasi untuk menghindari prosedur yang sah atau untuk memberikan keuntungan tidak sah kepada pihak tertentu. Meskipun ada niat untuk mempercepat proses, jika tindakan ini dilakukan dengan kesengajaan untuk melanggar aturan yang ada, maka itu bisa menjadi indikasi niat buruk (mens rea).
  • Actus Reus, yaitu perbuatan fisik yang dapat dibuktikan, dalam hal ini adalah tindakan melakukan backdating pada dokumen procurement. Ini adalah tindakan yang melanggar ketentuan hukum yang mengatur pengadaan barang dan jasa, yang berpotensi menyebabkan penyalahgunaan wewenang atau manipulasi harga dan prosedur.
  • Tempus Delicti, atau waktu perbuatan pidana, mengacu pada periode saat dokumen tersebut dimanipulasi untuk tujuan tertentu. Dalam hal ini, penghitungan kerugian keuangan negara harus dilakukan dengan mempertimbangkan kapan dokumen tersebut digunakan, serta dampaknya terhadap proses pengadaan.
  • Jika terbukti ada mens rea yang melibatkan niat jahat dan actus reus yang merupakan perbuatan yang melanggar hukum, maka ini bisa mengarah pada tindakan korupsi yang berisiko menimbulkan kerugian keuangan negara. Namun, perlu dipertimbangkan bahwa jika ada upaya pemulihan kerugian, maka pendekatan net loss bisa digunakan untuk mengukur kerugian negara yang sebenarnya.

Penghitungan Kerugian Keuangan Negara

  • Penghitungan kerugian keuangan negara dalam praktik backdating dokumen pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan dengan dua pendekatan utama, yaitu total loss dan net loss. Kedua pendekatan ini berfokus pada perhitungan kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan yang melanggar hukum dan berdampak pada anggaran negara.

1. Total Loss

  • Pendekatan total loss berfokus pada seluruh kerugian yang diakibatkan oleh tindakan ilegal tanpa memperhitungkan upaya pemulihan atau faktor mitigasi lainnya. Dalam kasus backdating dokumen, total loss mencakup seluruh biaya yang terlibat dalam pengadaan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum, termasuk biaya yang dikeluarkan untuk vendor yang tidak memenuhi syarat, pembayaran yang tidak sah, serta potensi kerugian akibat manipulasi harga atau kualitas barang/jasa. Total loss mengabaikan kemungkinan pemulihan atau pengembalian dana dan bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai kerugian yang mungkin terjadi dalam situasi ini.

2. Net Loss

  • Sementara itu, pendekatan net loss mempertimbangkan upaya pemulihan kerugian, seperti pengembalian dana atau perbaikan lainnya yang dilakukan untuk memperbaiki keadaan setelah terjadinya praktik backdating. Dalam konteks pengadaan, pemulihan ini bisa termasuk pengembalian uang yang dibayarkan kepada penyedia barang/jasa yang tidak memenuhi syarat atau yang terlibat dalam praktik tidak sah. Net loss memberikan gambaran yang lebih realistis tentang dampak finansial yang masih perlu diperbaiki setelah tindakan pemulihan dilakukan. Dalam beberapa kasus, perusahaan atau lembaga yang terlibat dalam backdating dokumen mungkin akan diminta untuk mengganti kerugian negara yang telah terjadi.

Langkah-Langkah Pemulihan Kerugian Keuangan Negara

  • Setelah teridentifikasi adanya kerugian negara akibat tindakan backdating dokumen, langkah-langkah pemulihan harus segera dilakukan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengembalikan kerugian yang dialami negara dan mencegah terjadinya praktik serupa di masa depan. Berikut adalah beberapa langkah pemulihan yang dapat dilakukan:

1. Audit dan Investigasi

  • Langkah pertama adalah melakukan audit dan investigasi menyeluruh terhadap proses pengadaan yang terlibat dalam praktik backdating. Audit ini dapat dilakukan oleh pihak internal (seperti auditor internal) atau oleh auditor eksternal independen. Investigasi ini akan menilai sejauh mana manipulasi dokumen telah terjadi, siapa saja yang terlibat, dan berapa besar kerugian yang timbul akibat praktik tersebut.

2. Pengembalian Kerugian Keuangan Negara

  • Pemulihan keuangan negara dapat dilakukan dengan cara menuntut pihak yang bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan. Jika ditemukan bahwa vendor atau pihak lain yang terlibat dalam backdating dokumen memperoleh keuntungan tidak sah, mereka harus diminta untuk mengembalikan dana yang telah diterima atau mengubah kondisi kontrak yang merugikan negara.

3. Penegakan Hukum

  • Langkah pemulihan yang penting adalah penegakan hukum terhadap pihak yang terbukti bersalah. Tindakan pidana, baik berupa korupsi, manipulasi, atau penggelapan, harus ditindak tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses hukum ini berfungsi sebagai deterrent bagi pihak lain yang mungkin berencana untuk melakukan hal serupa.

4. Evaluasi Proses Pengadaan

  • Selain upaya pemulihan finansial, perlu dilakukan evaluasi terhadap seluruh proses pengadaan barang dan jasa untuk memperbaiki kelemahan yang ada. Proses pengadaan harus diperbaiki agar lebih transparan, akuntabel, dan sesuai dengan prinsip Good Governance. Hal ini bisa mencakup perubahan kebijakan atau prosedur dalam pengadaan, peningkatan sistem e-procurement, serta pelatihan dan peningkatan kapasitas bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan.

5. Pencegahan dan Peningkatan Pengawasan

  • Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, pengawasan internal dan eksternal terhadap pengadaan barang dan jasa perlu diperketat. Peningkatan pengawasan dapat dilakukan dengan melibatkan lembaga audit eksternal yang independen, serta mengimplementasikan sistem pelaporan yang memadai bagi pihak yang merasa dirugikan atau mencurigai adanya kecurangan. Penegakan sanksi yang tegas terhadap pihak yang melanggar aturan juga dapat memperkuat budaya kepatuhan.

Kesimpulan

  • Praktik backdating dokumen dalam pengadaan barang dan jasa, meskipun sering kali dilakukan dengan niat untuk mempercepat proses atau menghindari birokrasi, tetap memiliki potensi besar untuk merugikan keuangan negara. Dalam konteks hukum pidana, perbuatan ini dapat memenuhi unsur-unsur mens rea (niat jahat), actus reus (perbuatan), dan tempus delicti (waktu perbuatan pidana), yang dapat berujung pada tindakan kriminal seperti korupsi, penggelapan, atau manipulasi.
  • Penghitungan kerugian negara yang timbul akibat praktik ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan total loss atau net loss, tergantung pada faktor-faktor pemulihan yang ada. Langkah-langkah pemulihan melibatkan audit, pengembalian kerugian, penegakan hukum, evaluasi proses pengadaan, serta peningkatan pengawasan untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
  • Akhirnya, untuk menciptakan sistem pengadaan yang lebih transparan dan akuntabel, penting untuk terus memperbaiki dan mengawasi proses pengadaan barang dan jasa di sektor publik dan instansi pemerintah baik di level Pusat maupun Pemda, BLU, BLUD, BUMN, BUMD, dan BUMDes, serta menegakkan aturan dengan konsisten dan tegas agar tercipta pengelolaan keuangan negara yang lebih baik dan bebas dari praktik manipulasi.

Referensi Literatur dan Jurnal Terkait

1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

  • Peraturan ini mengatur segala aspek pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah, termasuk prosedur, tahapan, dan ketentuan administrasi yang harus dipenuhi dalam setiap kegiatan pengadaan. Hal ini menjadi dasar penting dalam memastikan bahwa seluruh tahapan dan dokumen pengadaan dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.

2. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)

  • Peraturan yang diterbitkan oleh LKPP berfungsi sebagai pedoman tambahan bagi pengadaan barang dan jasa di Indonesia, menjelaskan prosedur dan standar yang harus diterapkan, termasuk soal kelengkapan administrasi dan dokumen pendukung yang diperlukan dalam setiap proses pengadaan.

3. World Bank. (2013). Procurement Guidelines: Procurement of Goods, Works, and Non-Consulting Services.

  • World Bank menyediakan pedoman yang digunakan secara luas di sektor publik, termasuk pengadaan barang dan jasa dalam proyek-proyek yang didanai oleh lembaga internasional. Pedoman ini menekankan pentingnya kelengkapan dokumentasi dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas pengadaan.

4. Krause, G. A., & Glover, P. A. (2012). Public Procurement: International Cases and Commentary.

  • Buku ini memberikan gambaran tentang praktik pengadaan publik di berbagai negara dan bagaimana negara-negara tersebut mengatur serta memonitor administrasi pengadaan. Terdapat pembahasan mengenai potensi risiko hukum terkait dengan dokumen yang dibuat dengan backdating dan pentingnya kesesuaian antara dokumen administratif dan prosedur yang dilakukan.

5. Lambsdorff, J. G. (2007). The Institutional Economics of Corruption and Reform: Theory, Evidence, and Policy.

  • Jurnal ini membahas tentang korupsi dan penyalahgunaan prosedur pengadaan, termasuk pemalsuan dokumen administratif seperti backdating, yang dapat merugikan integritas sistem pengadaan. Menurut kajian ini, pengelolaan yang buruk terhadap dokumen administratif dapat menyebabkan ketidakpercayaan publik dan meningkatkan risiko korupsi dalam pengadaan.

6. Bovens, M., Schillemans, T., & Goodin, R. E. (2008). Public Accountability.

  • Buku ini menyajikan pembahasan mendalam tentang akuntabilitas publik dalam sistem pemerintahan dan pengadaan, dengan penekanan pada transparansi dan dokumentasi yang sah. Dokumen yang tidak lengkap atau dipalsukan bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntabilitas yang menjadi dasar pengadaan yang baik.

7. Teece, D. J., & Pisano, G. (1994). The Dynamic Capabilities of Firms: An Introduction.

  • Jurnal ini memberikan perspektif tentang pentingnya manajemen risiko dalam pengadaan barang dan jasa. Di sini, dijelaskan bagaimana perusahaan atau entitas publik perlu memiliki "kapabilitas dinamis" untuk menanggulangi risiko administrasi yang buruk dan memastikan setiap dokumen administratif tercatat dengan benar untuk menghindari potensi penyalahgunaan.

8. Cooter, R., & Ulen, T. (2012). Law and Economics.

  • Buku ini menjelaskan penerapan prinsip-prinsip hukum dalam konteks ekonomi, termasuk penerapan hukum terhadap pengadaan barang dan jasa, serta implikasi hukum dari manipulasi administrasi dan penyalahgunaan dokumen. Hal ini relevan dalam menganalisis apakah proses backdating dokumen dalam pengadaan dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum atau tidak.

Referensi di atas memberikan dasar yang kuat untuk memahami konteks hukum, prosedural, dan praktik terbaik dalam pengadaan barang dan jasa. Dengan merujuk pada literatur ini, kita dapat memastikan bahwa pengadaan yang dilakukan sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan hukum yang diatur dalam regulasi terkait, serta menghindari potensi risiko hukum terkait manipulasi administrasi.