Artikel

Artikel

Di Balik Tirai Coretax DJP: Mengungkap Risiko Fraud Berupa “Kamuflase Tax Evasion” dan Kolusi Pajak di Era Digital

13
Okt

Oleh: Kencana Bayuaji, S.E., CRMPA, CFAS, CITAP, CPFI, CCFE, C.HL, C.PS, C.TM

Value Creator with Integrity

Abstraksi

Penerapan sistem Coretax DJP yang mulai berlaku pada awal 2025 digadang-gadang sebagai terobosan besar dalam digitalisasi administrasi perpajakan Indonesia. Sistem ini menjanjikan transparansi, efisiensi, dan akurasi lebih baik dalam pelaporan pajak. Namun, di tengah harapan ini, muncul ancaman risiko baru: kamuflase Tax Evasion menjadi Tax Avoidance melalui kolusi antara oknum petugas pajak, PJAP, dan wajib pajak. Artikel ini membahas bagaimana risiko ini muncul, dampaknya terhadap sistem perpajakan, dan langkah strategis yang perlu diambil untuk mencegahnya.

Pendahuluan

  • Di era digital, transparansi sering dianggap sebagai solusi ampuh untuk menutup celah korupsi dan manipulasi. Coretax DJP hadir sebagai jawaban untuk menghadapi tantangan sistem perpajakan yang sebelumnya rentan terhadap kecurangan. Namun, teknologi, sebagaimana pisau bermata dua, dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyamarkan tindakan ilegal. Bagaimana kamuflase ini terjadi? Mengapa kolusi bisa tumbuh subur, bahkan di tengah sistem yang dirancang untuk memberantasnya?

1. Paradoks Transparansi Digital

Coretax DJP menggunakan teknologi mutakhir untuk menyatukan data wajib pajak, bank, BPJS, dan institusi lainnya dalam satu platform terintegrasi. Sistem ini bertujuan untuk:

  • Mendeteksi ketidaksesuaian data secara otomatis.
  • Memberikan peringatan dini atas potensi fraud.
  • Mempermudah wajib pajak untuk melaporkan dan membayar kewajiban pajak mereka.

Namun, justru karena integrasi ini, peluang untuk manipulasi data dapat berpindah ke tingkat yang lebih kompleks:

  • Manipulasi Dokumen Elektronik: Data yang seharusnya diverifikasi otomatis dapat dimanipulasi dengan bantuan oknum teknologi.
  • Penciptaan Celah Baru: Oknum yang memahami sistem Coretax dapat memanfaatkan kelemahannya untuk menghindari deteksi.

2. Kamuflase Tax Evasion Sebagai Tax Avoidance

Tax Evasion adalah tindakan ilegal yang jelas melanggar hukum. Namun, dengan bantuan teknologi dan keahlian, oknum dapat menyamarkan tindakan ini menjadi seolah-olah sah:

  • Menggunakan Transaksi Fiktif: Misalnya, menciptakan biaya operasional palsu yang tampak seperti pengeluaran bisnis biasa.
  • Memanfaatkan Insentif Pajak Secara Tidak Sah: Mengklaim insentif yang sebenarnya tidak memenuhi syarat.
  • Kolusi Dengan Oknum PJAP: Oknum PJAP yang tidak berintegritas dapat membantu wajib pajak membuat laporan pajak yang menyesatkan.

3. Kolusi: Ketika Teknologi Digunakan Untuk Manipulasi

Kolusi melibatkan hubungan antara tiga pihak utama:

1. Oknum Petugas Pajak: Memberikan restu untuk laporan pajak yang direkayasa.
2. Oknum PJAP Tidak Berintegritas: Membantu mengamankan manipulasi data dalam sistem Coretax.
3. Oknum Wajib Pajak yang Tidak Taat: Bersedia membayar untuk mengurangi kewajiban pajaknya secara ilegal.

Dampaknya tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga mencoreng kredibilitas sistem perpajakan.

4. Dampak Manipulasi dan Kolusi

1. Kerugian Finansial: Potensi kehilangan miliaran rupiah dari pendapatan negara.
2. Rusaknya Kepercayaan Publik: Wajib pajak yang taat merasa tidak adil.
3. Pelemahan Sistem Coretax: Sistem yang dirancang untuk memperkuat transparansi justru menjadi sarana manipulasi.

5. Strategi Menghadapi Ancaman Ini

Untuk mencegah dan mengatasi ancaman ini, diperlukan pendekatan komprehensif:

1. Penguatan Sistem Teknologi

  • Implementasi AI dan machine learning untuk mendeteksi pola mencurigakan.
  • Audit berkala terhadap log aktivitas dalam Coretax.

2. Peningkatan Integritas dan Transparansi

  • Pelatihan Etika untuk petugas pajak dan PJAP.
  • Membuka akses Whistleblowing System (WBS) bagi masyarakat umum.

3. Sanksi Tegas

  • Pidana berat bagi semua pihak yang terlibat.
  • Blacklist kepada oknum PJAP yang terbukti melakukan kolusi.

4. Edukasi Wajib Pajak

  • Mengajarkan perbedaan antara Tax Avoidance yang legal dan Tax Evasion yang ilegal.
  • Meningkatkan pemahaman wajib pajak tentang Coretax.

Konklusi:

  • Di balik janji Coretax DJP sebagai sistem yang lebih transparan, risiko manipulasi dan kolusi tetap menjadi ancaman nyata. Untuk memastikan keberhasilan sistem ini, kerjasama antara DJP, PJAP, dan wajib pajak harus berbasis pada integritas dan transparansi. Penguatan pengawasan teknologi, sanksi hukum tegas, serta edukasi yang berkelanjutan adalah kunci untuk mencegah kamuflase Tax Evasion dan menjaga kredibilitas sistem perpajakan Indonesia.
  • Apakah sistem Coretax mampu menghadapi tantangan ini? Atau justru akan menjadi senjata bagi oknum yang ingin menyelewengkan aturan? Mari kita awasi bersama!