Artikel

Artikel

Penyalahgunaan Tanda Tangan Elektronik Tidak Tersertifikasi Pada Sistem Coretax: Analisis Modus Risiko Fraud & Solusi Komprehensif

13
Okt

Oleh: Kencana Bayuaji, S.E., CRMPA, CFAS, CITAP, CPFI, C.HL, C.PS, C.TM

Value Creator with Integrity

Abstraksi

Kemajuan teknologi dalam sistem perpajakan telah mendorong digitalisasi berbagai layanan, termasuk penggunaan tanda tangan elektronik sebagai metode autentikasi dokumen resmi. Namun, di balik inovasi ini, muncul potensi penyalahgunaan tanda tangan elektronik yang tidak tersertifikasi, terutama melalui manipulasi kode otorisasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam aplikasi Coretax. Artikel ini mengupas modus risiko fraud yang terjadi, penyebab utama, dampak potensial, metode deteksi dini, strategi pencegahan, hingga solusi implementasi jangka panjang untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan yang dapat merugikan negara.

Pendahuluan

  • Sistem perpajakan berbasis elektronik, seperti Coretax, dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam administrasi pajak. Salah satu elemen penting dalam sistem ini adalah penggunaan kode otorisasi DJP untuk mendukung keabsahan tanda tangan elektronik. Namun, implementasi yang tidak disertai pengawasan ketat berpotensi memicu penyalahgunaan, baik oleh wajib pajak maupun pihak internal. Hal ini menciptakan celah fraud yang tidak hanya merugikan negara dari segi pendapatan, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem digital perpajakan.

Modus Risiko Fraud

  • Fraud yang terjadi dalam penyalahgunaan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi melalui kode otorisasi DJP dapat dilakukan dengan berbagai cara:

1. Pemalsuan Identitas: Pelaku menggunakan identitas wajib pajak lain untuk mengajukan penerbitan kode otorisasi.
2. Pencurian Kode Otorisasi: Melalui phishing, rekayasa sosial (social engineering), atau peretasan akun wajib pajak.
3. Penyalahgunaan oleh Pihak Internal: Karyawan atau petugas DJP yang memiliki akses sistem menerbitkan kode otorisasi tanpa izin resmi.
4. Manipulasi Validasi Data: Penggunaan data palsu untuk mendapatkan atau mengaktifkan kode otorisasi ilegal.
5. Kode Kadaluarsa atau Tidak Valid: Dokumen ditandatangani menggunakan kode otorisasi yang sebenarnya tidak sah tetapi dibiarkan berlaku dalam sistem.

Penyebab Utama Risiko

  • Tidak digunakannya tanda tangan elektronik tersertifikasi seperti yang diwajibkan oleh UU ITE Pasal 11.
  • Kelemahan Proses Verifikasi: Tidak adanya mekanisme verifikasi berlapis dalam penerbitan kode otorisasi.
  • Pengelolaan Data yang Tidak Aman: Kode otorisasi atau data wajib pajak tidak dienkripsi.
  • Kelemahan Edukasi Wajib Pajak: Rendahnya pemahaman wajib pajak terhadap pentingnya menjaga kerahasiaan kode otorisasi.
  • Kurangnya Pengawasan Internal: Lemahnya pengawasan terhadap petugas DJP yang memiliki akses ke sistem penerbitan kode.

Dampak Potensial

  • Kerugian Finansial: Kehilangan pendapatan negara akibat manipulasi dokumen pajak.
  • Gangguan Operasional: Sistem menjadi tidak andal akibat gangguan dari aktivitas fraud.
  • Reputasi DJP: Menurunkan tingkat kepercayaan wajib pajak terhadap sistem perpajakan digital.
  • Tuntutan Hukum: Pelanggaran hak wajib pajak yang dirugikan akibat penyalahgunaan data.

Deteksi Awal (Early Red Flags)

1. Pengajuan kode otorisasi dari alamat IP atau perangkat yang mencurigakan.
2. Aktivitas login dengan pola yang tidak biasa, seperti dari lokasi geografis yang berbeda secara signifikan.
3. Permintaan kode otorisasi dengan data identitas yang tidak lengkap atau tidak valid.
4. Penandatanganan dokumen menggunakan kode yang tidak tercatat dalam sistem DJP.

Pencegahan Risiko

1. Verifikasi Berlapis: Setiap permohonan kode otorisasi harus melewati proses validasi manual dan otomatis.
2. Autentikasi Dua Faktor (2FA): Terapkan mekanisme tambahan seperti OTP atau biometrik pada setiap akses dan penggunaan kode otorisasi.
3. Pengamanan Data: Gunakan enkripsi tingkat tinggi untuk melindungi data wajib pajak dan kode otorisasi.
4. Edukasi dan Sosialisasi: Tingkatkan kesadaran wajib pajak mengenai pentingnya keamanan kode otorisasi.
5. Pengawasan Sistem: Lakukan monitoring secara real-time terhadap seluruh aktivitas terkait penerbitan kode otorisasi.

Mitigasi Risiko

  • Pencatatan Log Aktivitas: Semua aktivitas penerbitan dan penggunaan kode otorisasi harus tercatat dalam sistem log untuk mempermudah pelacakan.
  • Revokasi Kode Bermasalah: Kode otorisasi yang terindikasi digunakan secara ilegal harus segera dicabut.
  • Pembatasan Akses Internal: Hanya petugas yang telah diverifikasi yang diizinkan mengakses sistem penerbitan kode.

Contingency Plan

1. Investigasi Forensik: Telusuri penyebab dan pelaku penyalahgunaan melalui audit digital.
2. Pemulihan Sistem: Tutup celah keamanan yang ditemukan melalui penguatan infrastruktur.
3. Perbaikan Kebijakan: Perkuat aturan penggunaan kode otorisasi dan tanda tangan elektronik.

Solusi Jangka Panjang

1. Integrasi Sertifikasi Elektronik: Pastikan tanda tangan elektronik yang digunakan tersertifikasi resmi melalui lembaga seperti BSrE.
2. Penggunaan Teknologi AI: Implementasikan algoritma kecerdasan buatan untuk mendeteksi pola-pola fraud yang sulit terdeteksi secara manual.
3. Implementasi GRC Terintegrasi: Gabungkan pengawasan sistem perpajakan dengan kerangka Governance, Risk Management, and Compliance untuk memastikan keamanan dan kepatuhan sistem.

Kesimpulan:

  • Penyalahgunaan tanda tangan elektronik yang tidak tersertifikasi merupakan ancaman serius dalam sistem perpajakan digital. Dengan memahami modus risiko fraud, meningkatkan pengawasan, dan menerapkan solusi berbasis teknologi, DJP dapat menjaga integritas sistem perpajakan sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan digital yang diberikan.